Mangapa Anak Susah Makan?
Orang dewasa tahu makan itu menyenangkan.
Mari buat anak kita berpikiran sama.
Kita bersusah payah mengontrol nafsu makan agar berat badan tidak terus bertambah. Sementara itu, kita juga memikirkan anak yang tidak mau makan hingga pusing tujuh keliling. Sebenarnya apa yang membuat hubungan manusia dengan makanan terus bermasalah?
Seperti halnya kebiasaan-kebiasaan lain, pola makan yang sehat paling baik ditanamkan sejak usia dini. Upaya ini perlu mengingat anak-anak yang memiliki pola makan baik cenderung tidak memiliki masalah kesehatan di kemudian hari. “Kebanyakan masalah pola makan anak di Indonesia adalah susah makan atau picky eater,” kata Prof. Dr. Hananto Wiryo, SpA(K) dari RS Premier Bintaro, Tangerang. Masalah ini berbahaya jika terjadi cukup lama di masa golden period (0-3 tahun). Apa bahayanya? Menurut Prof. Hananto, sulit makan dapat mengakibatkan gangguan kekurangan nutrisi, menghambat proses pertumbuhan, dan menyebabkan IQ anak tidak berkembang.
Selain hambatan bagi fisik dan kecerdasan, anak yang sulit makan juga cenderung gampang sakit. Selanjutnya, Prof. Hananto mengingatkan, bahwa ada penyakit yang dapat menyebabkan anak susah makan tetapi keberadaannya sering tidak diketahui, yaitu TBC anak. “Anak picky eater dapat bertambah parah selera makannya bila terkena TBC anak. Tanda-tanda pertamanya bukan batuk, tapi kurus dan tidak suka makan. Kuman TBC menekan nafsu makan. Baru setelah itu mereka akan batuk yang kadang disertai darah,” ia menjelaskan.
Anda jadi tambah khawatir? Nanti dulu, sebab menurut pakar kedokteran naturopati Riani Susanto, ND, CT, sebelum mencap anak susah makan atau membawanya ke dokter gizi, sebaiknya periksa lagi kebiasaan makannya. “Bisa jadi sebenarnya dia masih kenyang karena baru saja minum susu atau makan camilan manis sebelum jam makan,” ujarnya.
Beberapa pakar mengatakan, picky-eating sama normalnya dengan potty-training (latihan menggunakan toilet, red.), sebuah tahapan perkembangan seorang anak. Indera pengecap pada lidah dan variasi jenis makanan berkembang pesat pada masa ini. Bahkan, orangtua terbaik pun bisa menghadapi kesulitan untuk membuat anaknya mau makan. Biasanya, seiring bertambahnya usia kebiasaan buruk ini akan hilang dengan sendirinya. Namun jika kesulitan makan ini berlangsung terus-menerus hingga mengganggu perkembangan kemampuan dan pertumbuhan fisik, anak kita kemungkinan mengidap kelainan pola makan atau pediatric feeding disorder.
“Perbedaan antara fussy eater (rewel saat makan) dan anak dengan kelainan pola makan adalah pada dampak yang ditimbulkan,” kata Peter Girolami, Ph.D., Assistant Director dari Pediatric Feeding Disorders Program di Kennedy Krieger Institute, Baltimore. Pediatric feeding disorders menyerang 10% balita dan anak. Mereka bukan hanya sulit makan makanan tertentu, tapi hanya mau makan 3-4 jenis makanan saja sehingga kesehatannya terancam. Tanda-tanda kelainan pola makan ini antara lain:
- Perubahan drastis pola makan yang berlangsung lebih dari 30 hari
- Terhambatnya perkembangan kemampuan makan makanan sendiri atau tidak bisa mengonsumsi makanan dengan tekstur yang lebih meningkat dari biasanya
- Barat badan menurun atau tidak bisa mencapai berat badan proposional
- Tersedak atau batuk kala makan
- Kelelahan tanpa penyebab yang jelas dan berkurangnya energi untuk beraktivitas
Tidak semua anak memiliki tanda kelainan pola makan yang sama. Sebagian anak menolak makanan dengan warna tertentu, lainnya tidak mau makan makanan padat. Ada pula yang menolak makanan sama sekali. Cara penolakannya pun beragam. Ada yang menunjukkan penolakan dengan menangis, menggelengkan kepala, menyemburkan makanan, melempar alat-alat makan, mengemut makanan yang masuk, atau sama sekali tidak mau membuka mulut. Cara penolakan lain adalah dengan batuk-batuk atau memuntahkan makanan.
Jadi, yang perlu kita lakukan adalah memeriksa pola makan yang sudah diterapkan, melihat tanda-tanda kelainan pola makan, dan menanamkan kebiasaan baru agar makanan dan acara makan jadi menyenangkan bagi anak.
1) Jam Makan
Menurut Riani, memberi anak rasa lapar sangat penting agar kelak ia dapat mengontrol nafsu makannya. “Jadi dia bisa merasakan apa rasa lapar tersebut. Jangan menjejali anak dengan makanan hanya karena waktu makan. Tunggu sampai anak berkomunikasi dengan kita dan bilang bahwa dia lapar dan ingin makan. Dengan mengajari mereka merasakan rasa lapar, kita bisa menghindarkan obesitas pada anak.”
2) Variasi Makanan
Anak harus diperkenalkan pada rasa makanan sehat sejak dini. Demikian yang diingatkan Susan Roberts, pakar nutrisi Tufts University dalam bukunya Feeding Your Child for Lifelong Health. "Anak-anak bukan orang dewasa versi kecil. Meskipun mereka dapat menyantap makanan yang sama dengan orang dewasa, porsinya beda. Ini untuk memastikan mereka dapat memperoleh beragam nutrisi dari berbagai variasi makanan,” kata Susan. Anak di atas usia 8 bulan memiliki insting untuk mencoba berbagai macam makanan, kecuali bila ia trauma pada makanan tertentu.
3) Panutan
"Jika anak tumbuh dikelilingi junk food, makanan itulah yang akhirnya akan mereka makan hingga dewasa,” kata Jayne Fulkerson, associate professor di School of Nursing di University of Minnesota. Dengan kata lain, jika kita orang tua tidak pernah makan sayur dan buah-buahan, maka jangan harap anak akan memilih jenis makanan sehat itu. Banyak hal berawal dari rumah. Sebaliknya, jika anak terbiasa melihat orang tuanya makan makanan sehat, mereka pun cepat atau lambat akan mengadopsi kebiasaan ini.
4) Negosiasi
Jika anak menolak makanan yang terhidang di meja, jangan langsung merasa gagal atau malah memaksanya makan. Lebih baik, negosiasikan apa yang kita mau sampai ditemukan jalan tengahnya. Pahami kalau penolakan anak terhadap makanan, menurut Fulkerson, adalah bentuk permintaan akan macam makanan yang berbeda. Sementara menurut Prof. Hananto, anak pun cenderung menolak makanan jika porsinya kelewat besar untuk ukurannya. Terlebih lagi kalau nafsu makannya sedang turun, maka berikan porsi makanan lebih sedikit lagi. “Prinsipnya kalau anak menolak, beri dia lebih sedikit makanan. Kemudian, tawarkan makanan yang sama di kesempatan berikut setelah dia mencoba makanan lain. Saat mencicipi makanan untuk pertama kali, anak biasanya memang menolak. Coba tiga hingga empat kali lagi untuk memastikan apakah dia benar-benar tidak suka. Berikan lagi makanan tersebut, tapi dengan tampilan dan rasa yang lebih menarik,”
5) Hiburan
Bila cara-cara tadi telah dicoba, tetapi hasilnya tak kunjung tampak, Prof. Hananto menyarankan program mealtainment atau meal entertainment. Contohnya, makanan pokok dicetak berbentuk wajah boneka dengan mata, mulut, rambut, dan baju dari sayuran aneka warna dan lauk. Prinsipnya, “Buat makanan jadi semenarik mungkin,” demikian kata pakar nutrisi anak yang akan membuka Klinik Picky Eater di RS Asri, Durentiga ini.
(pernah dipublikasikan di Majalah Prevention Indonesia edisi Juni 2011)
Komentar
Posting Komentar