#1Puan1Pekan Tig Notaro

Poster Tig Notaro: Happy To Be Here dari situs Netflix

 "Good evening. Hello! I have cancer. How are you?" kalimat ini diucapkan Mathilde Notaro dalam pentas bulanan komika Tig Has Friends di Largo, Los Angeles pada 3 Agustus 2012. Kalimat pembuka yang tidak biasa untuk materi yang juga tidak umum diangkat dalam konten komedi.


Di tangan komika dengan nama panggung Tig Notaro ini, penyakit kanker yang diagnosisnya datang setelah dia sembuh dari C-DIFF l (penyakit pencernaan akibat bakteri yang memakan sel-sel tubuh) dan ibunya meninggal dunia, jadi lucu-lucu miris. Di pantas yang hanya tersedia rekaman suaranya ini, Tig mengajak kita menertawakan kematian.

Itu semua diceritakan dalam film dokumenter Netflix berjudul Tig (2015). Namun, bukan dari film ini saya tahu Tig. Saya pertama kali menonton lawakannya di Facebook Funny or Die yang menampilkan semacam games talk show Under A Rock. Di sini, Tig menjadi pembawa acara yang menebak nama dan profesi bintang tamu. Acara ini mengeksploitasi kurangnya pengetahuan Tig akan selebritas Hollywood.

Pembawa acara tidak kenal bintang tamu itu menciptakan situasi yang canggung. Materi lelucon Tig memang biasanya seputar situasi canggung semacam itu. Pada pentas-pentasnya, dia dengan sabar mengulang-ulang hal yang sama, membuat jeda dalam diam dan ekspresi wajah tak bersalah yang membuat penonton geregetan bahkan kesal. Entah bagaimana dia tahu persis batasan tarik-ulur emosi kesal penonton dan tetap berhasil membuat kita tertawa.

Tig bisa menghabiskan pentas 20 menit hanya berbicara tentang pertemuan tidak sengaja ya dengan penyanyi/aktris Taylor Dayne. Dalam Happy to be Here (2018), Tig memainkan emosi dan rasa penasaran penonton dengan Indigo Girls, duo folk rock yang juga dia suka. Annoyingly funny adalah dua kata yang paling cocok menggambarkan Tig Notaro.

Setelah tahun spektakuler 2012 berlalu, pada perayaan satu tahun keberhasilannya mengangkat kenestapaan hidupnya yang terkena kanker dengan sangat lucu ke panggung, Tig kembali dalam pentas di panggung yang sama, membicarakan tentang payudara yang sering dijadikan bahan lelucon karena terlalu rata. Menurut Tig, akhirnya dua payudara itu kesal dan bersekongkol untuk membunuh dirinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Joko Pinurbo dan Makna Rumah dalam Personifikasi Kulkas, Ranjang dan Celana

Rahim dan Kepahitan Perempuan dalam Patiwangi Karya Oka Rusmini

Puisi-puisi Norman Erikson Pasaribu dan Pentingnya Keragaman dalam Sastra Indonesia