tentang ambisi
kepala tiga dan masih dalam posisi editor. padahal, teman teman dekat saya sudah ada dua orang yang menjadi redaktur pelaksana. mereka beberapa bulan lebih muda. teman sekantor saya bahkan ada yang lebih muda, tapi sudah mendapat label senior di belakang jabatan editornya.
saya memang bukan orang yang ambisius. jabatan hampir tidak pernah menjadi hal yang penting dalam kehidupan saya. saya juga tidak pernah memiliki target tertentu untuk masalah karir. tidak berarti teman-teman saya itu orang yang ambisius ya... pekerja keras iya. berarti saya bukan pekerja keras dong? mungkin demikian adanya.
saya bilang 'hampir' tidak pernah menginginkan jabatan tertentu karena pernah ada sebuah jabatan yang saya inginkan, tapi tidak saya peroleh. masa itu dapat dikatakan satu-satunya periode saya memiliki ambisi. itu terjadi saat saya menempuh pendidikan tingkat atas di sebuah sekolah kejuruan.
saya memilih sekolah kejuruan karena punya cita-cita menjadi disainer. cita-cita yang menguap selepas saya kuliah di fakultas sastra dan jatuh cinta pada profesi penulis. di sekolah kejuruan itu saya mendapat cap anak pintar sejak pertama kali menginjakan kaki. saya lulusan sebuah sekolah menengah pertama swasta yang bereputasi tinggi di kota hujan. banyak yang bertanya kenapa saya mau "turun pangkat" ke sekolah kejuruan yang tidak dikenal dan berprestasi pas-pasan. selain pelajaran membuat pola dan menjahit baju yang saya idamkan, fasilitas asrama putri menjadi daya tarik tersendiri di sekolah pilihan saya itu.
singkat cerita, dimulailah petualangan saya di sekolah yang hanya menerima perempuan sebagai muridnya ini. cap murid pintar itu membawa motivasi tersendiri bagi saya. dan, tanpa harus berusaha keras saya dapat dengan mudah mempertahankan peringkat satu tiap semesternya (lupa waktu itu semesteran atau caturwulan ya?). namun bukan ranking satu saja yang saya idamkan, saya berniat mendapat nem dengan rata-rata delapan, dan sttb dengan rata-rata di atas tujuh koma lima. konon, hanya dengan nilai demikian seorang anak smk bisa lolos umptn (nama lawas ujian masuk perguruan tinggi negeri).
ambisi saya ini sulit saya capai karena kualitas pendidikannya tidak memadai. untunglah saya dan teman-teman asrama mendapatkan pelajaran tambahan dari kakak mahasiswa di ipb sehingga dapat mengejar ketinggalan dari sekolah umum dan bisa mengerjakan soal ujian nasional. ini bukan ambisi yang akhirnya tidak bisa saya peroleh. saya berhasil mendapatkan nilai nem dan sttb rata-rata tertinggi di antara lulusan sekolah kejuruan se-jawa barat. saya lolos umptn. dan saya mencatatkan sejarah baru di sekolah itu.
satu hal yang saya inginkan dan tidak kesampaian kala itu adalah menjadi ketua osis. saya dikalahkan oleh sahabat saya sendiri yang secara akademis jauh di bawah saya, tapi secara interaksi sosial lebih disenangi banyak teman dan guru. bisa dikatakan itulah satu-satunya ambisi berkaitan dengan jabatan yang saya inginkan. bahkan, saya tidak pernah menginginkan jabatan apapun saat kuliah. walaupun saya sangat aktif di berbagai organisasi mahasiswa.
itu berlanjut hingga saya bekerja. jika dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki ambisi memperoleh jabatan tertentu, saya bisa dikatakan bukan pekerja keras. namun, bukan berarti pekerjaan saya berantakan. sama seperti saat sekolah di smkk. saya bisa bekerja dengan santainya dan tetap memenuhi target tenggat waktu atau kualitas tulisan. menurut saya, kalau bekerja itu kita cukup menjadi seorang yang profesional. bekerja sesuai bayaran, sesuai tugas yang diberikan. mendedikasikan hidup dan waktu berlebihan pada pekerjaan, menurut saya konyol. terlalu banyak yang bisa dinikmati dalam hidup, sayang kalau kita hanya mendekam di kantor mulai pagi hingga larut malam.
saat anda membaca ini mungkin saya yang malah dibilang konyol karena tidak berambisi. tidak mau mencurahkan seluruh kemampuan pada pekerjaan. buat apa? tanpa melakukan itu semua saya sudah mendapatkan yang saya mau: pekerjaan yang tidak membebani hidup, rekan kerja yang bisa diajak dan membuat tertawa, penghasilan yang memadai, serta karir yang terus meningkat (meskipun untuk meningkatkannya saya harus pindah pekerjaan berkali-kali). saya senang, karena tanpa ambisi saya bisa menikmati hidup. percuma punya ambisi kalau kemampuan tidak mencukupi.
saya memang bukan orang yang ambisius. jabatan hampir tidak pernah menjadi hal yang penting dalam kehidupan saya. saya juga tidak pernah memiliki target tertentu untuk masalah karir. tidak berarti teman-teman saya itu orang yang ambisius ya... pekerja keras iya. berarti saya bukan pekerja keras dong? mungkin demikian adanya.
saya bilang 'hampir' tidak pernah menginginkan jabatan tertentu karena pernah ada sebuah jabatan yang saya inginkan, tapi tidak saya peroleh. masa itu dapat dikatakan satu-satunya periode saya memiliki ambisi. itu terjadi saat saya menempuh pendidikan tingkat atas di sebuah sekolah kejuruan.
saya memilih sekolah kejuruan karena punya cita-cita menjadi disainer. cita-cita yang menguap selepas saya kuliah di fakultas sastra dan jatuh cinta pada profesi penulis. di sekolah kejuruan itu saya mendapat cap anak pintar sejak pertama kali menginjakan kaki. saya lulusan sebuah sekolah menengah pertama swasta yang bereputasi tinggi di kota hujan. banyak yang bertanya kenapa saya mau "turun pangkat" ke sekolah kejuruan yang tidak dikenal dan berprestasi pas-pasan. selain pelajaran membuat pola dan menjahit baju yang saya idamkan, fasilitas asrama putri menjadi daya tarik tersendiri di sekolah pilihan saya itu.
singkat cerita, dimulailah petualangan saya di sekolah yang hanya menerima perempuan sebagai muridnya ini. cap murid pintar itu membawa motivasi tersendiri bagi saya. dan, tanpa harus berusaha keras saya dapat dengan mudah mempertahankan peringkat satu tiap semesternya (lupa waktu itu semesteran atau caturwulan ya?). namun bukan ranking satu saja yang saya idamkan, saya berniat mendapat nem dengan rata-rata delapan, dan sttb dengan rata-rata di atas tujuh koma lima. konon, hanya dengan nilai demikian seorang anak smk bisa lolos umptn (nama lawas ujian masuk perguruan tinggi negeri).
ambisi saya ini sulit saya capai karena kualitas pendidikannya tidak memadai. untunglah saya dan teman-teman asrama mendapatkan pelajaran tambahan dari kakak mahasiswa di ipb sehingga dapat mengejar ketinggalan dari sekolah umum dan bisa mengerjakan soal ujian nasional. ini bukan ambisi yang akhirnya tidak bisa saya peroleh. saya berhasil mendapatkan nilai nem dan sttb rata-rata tertinggi di antara lulusan sekolah kejuruan se-jawa barat. saya lolos umptn. dan saya mencatatkan sejarah baru di sekolah itu.
satu hal yang saya inginkan dan tidak kesampaian kala itu adalah menjadi ketua osis. saya dikalahkan oleh sahabat saya sendiri yang secara akademis jauh di bawah saya, tapi secara interaksi sosial lebih disenangi banyak teman dan guru. bisa dikatakan itulah satu-satunya ambisi berkaitan dengan jabatan yang saya inginkan. bahkan, saya tidak pernah menginginkan jabatan apapun saat kuliah. walaupun saya sangat aktif di berbagai organisasi mahasiswa.
itu berlanjut hingga saya bekerja. jika dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki ambisi memperoleh jabatan tertentu, saya bisa dikatakan bukan pekerja keras. namun, bukan berarti pekerjaan saya berantakan. sama seperti saat sekolah di smkk. saya bisa bekerja dengan santainya dan tetap memenuhi target tenggat waktu atau kualitas tulisan. menurut saya, kalau bekerja itu kita cukup menjadi seorang yang profesional. bekerja sesuai bayaran, sesuai tugas yang diberikan. mendedikasikan hidup dan waktu berlebihan pada pekerjaan, menurut saya konyol. terlalu banyak yang bisa dinikmati dalam hidup, sayang kalau kita hanya mendekam di kantor mulai pagi hingga larut malam.
saat anda membaca ini mungkin saya yang malah dibilang konyol karena tidak berambisi. tidak mau mencurahkan seluruh kemampuan pada pekerjaan. buat apa? tanpa melakukan itu semua saya sudah mendapatkan yang saya mau: pekerjaan yang tidak membebani hidup, rekan kerja yang bisa diajak dan membuat tertawa, penghasilan yang memadai, serta karir yang terus meningkat (meskipun untuk meningkatkannya saya harus pindah pekerjaan berkali-kali). saya senang, karena tanpa ambisi saya bisa menikmati hidup. percuma punya ambisi kalau kemampuan tidak mencukupi.
*ambisi saya terkini: cari kerja yang lebih manusiawi
Komentar
Posting Komentar