mohon dibaca kalau berencana menikah



kemarin saya membaca artikel di webMD. judulnya "the truth about marriage: what no one ever tells you." sebagai perempuan yang sudah menyandang status istri selama lebih dari tiga tahun, saya membaca artikel itu sambil mengangguk-anggukan kepala. seandainya saya baca artikel ini sebelum tahun 2009, mungkin tahun ketiga pernikahan (yang kata banyak orang masa-masa "berbahaya") dapat saya lalui dengan lebih mudah.

jadi bagi yang ingin menikah atau sedang merencanakan pernikahan di 2013, saya mau melakukan kebaikan dan menerjemahkan artikel ini untuk kita semua. semoga berguna sebagai bekal menghadapi indah dan kejamnya dunia pernikahan ;)


Ada enam hal yang mengejutkan setelah kita mendengar atau mengucapkan kata "saya bersedia" atau "saya terima nikahnya..."

Setelah kalimat-kalimat tersebut terucap, yang ada biasanya rasa "lega" dan semangat membara untuk melanjutkan hidup bersama orang yang telah kita kenal dengan baik, sahabat yang telah kita pilih untuk melanjutkan sisa hidup bersama. Namun, ternyata kehidupan pernikahan itu penuh dengan kejutan yang menyenangkan dan juga mengecewakan.

"Banyak orang terkejut bahkan mereka yang memiliki hubungan sangat dekat, bahwa ternyata lebih banyak lagi yang akan diketahui setelah menikah," kata Kim Lundholm-Eades, MS, terapis penikahan dan keluarga dan salah satu pemilik CenterLife Counseling in Centerville, AS. "Karena, tidak ada persatuan bagian dari otak kita yang terjadi akibat pernikahan."

Inilah yang dikatakan peneliti dan terapi pernikahan, serta pasangan yang telah menikah pada WebMD tentang hal-hal mengejutkan yang muncul setelah kita mengucapkan ikrar janji.




1) Jangan Anggap Enteng Hal Kecil.
"Banyak pasangan menikah yang terkejut setelah mengetahui kalau ternyata hal-hal kecil yang mengganggu tetap harus dibicarakan. Ini bertentangan dengan yang biasa kita dengar, kalau hal kecil tidak perlu dibesar-besarkan.," kata Terri L. Orbuch, PhD, penulis buku 5 Simple Steps to Take Your Marriage from Good to Great dan profesor peneliti di Institute for Social Research University of Michigan, AS.

Selama 24 tahun, Orbuch mengadakan penelitian kepada 373 pasangan dalam program jangka panjang bernama Early Years of Marriage Project. Berdasarkan hasil wawancara dan formulir tanya-jawab, para pasangan itu melaporkan hal-hal kecil menyebalkan -- seperti membiarkan piring kotor tidak dicuci atau selalu datang terlambat saat kencan -- berkembang menjadi masalah besar jika tidak dibicarakan.

"Penting untuk membicarakan hal-hal yang mengganggu dengan nada yang tidak mengancam dan dengan maksud untuk mencari kompromi," kata Orbuch pada WebMD. "Jangan biarkan hal ini membesar dan mengakar."

--> Contoh: saat pacaran mungkin kita bisa santai-santai aja ngeliat pacar gak doyan makan sayur, tapi setelah menikah dan punya anak gimana? kalau anak lalu ikutan ibu/ayahnya yang emoh sayur, mau gak mau kita ikut pusing kan?





2) Keluarga Lebih Berarti dari yang Kita Kira.
Setelah melewatkan beberapa kali hari raya bersama calon mertua dan ipar, kita mungkin akan merasa bisa menjalin hubungan keluarga yang baik dengan mereka. Namun, saat sudah menjadi satu keluarga besar hal tersebut tidak terasa mudah lagi.

"Bagian yang tersulit dari pernikahan adalah menghadapi mertua, ipar, atau keluarga besar" kata Michelle, 31 tahun, penulis asal New York yang telah menikah selama 6 tahun kepada WebMD melalui email. Nama belakang perempuan ini dirahasiakan.

"Misalnya keluarga mertua saya menginginkan kedekatan instan," kata Michelle. "Mereka ingin memperlakukan saya seperti anak perempuan yang tidak pernah mereka miliki. Namun, bagi saya perlakuan itu tampak dibuat-buat. Selain itu, sepertinya mereka dari awal sudah tersinggung dengan keputusan saya yang tidak ingin mengubah nama belakang."

Sebaliknya, Michelle juga terkejut dengan pengaruh suami pada keluarganya. “Dia seperti penengah dalam acara keluarga, kehadirannya membuat semua orang bertingkah laku lebih baik,” dia menjelaskan. “Orangtua saya menyukainya dan nyaman berada bersamanya.”

--> Komentar: mau secinta-cintanya suami kepada istri, lebih besar cinta dia pada ibunya. Terima kenyataan ini, lalu lanjutkan kehidupan dengan lapang dada!




3) Pernikahan Kita Menjadi Seperti Hubungan Orangtua Dulu.  
"Kita dan pasangan sering meremehkan aspek sejarah keluarga kita masing-masing," kata Lundholm-Eades. "Mereka bersumpah tidak ingin seperti orangtua dulu sehingga akan sangat terkejut saat menemukan kemiripan. Mereka akan berdebat mengenai masalah keuangan, misalnya. Atau, gagal membagi peran dalam urusan rumah tangga. Sama seperti yang dialami orangtuanya dulu," dia menambahkan.

--> Komentar: hubungan pernikahan orangtua biasanya menjadi contoh pertama dan utama seorang anak. Langsung maupun tidak langsung, sadar atau tidak, kita belajar cara memperlakukan suami/istri dari orang-orang terdekat kita yang biasanya adalah orangtua.




4) Pernikahan akan Menambah Panjang Daftar Urusan yang Harus Dibereskan.
"Bagi kita mungkin ini wajar, tapi pada kenyataannya kita akan dua kali lebih sibuk dari biasanya: emosi naik-turun, belum lagi urusan pekerjaan yang menyita pikiran, masalah kesehatan yang menuntut lebih banyak perhatian seiring bertambahnya usia, komitmen pada keluarga besar, serta perayaan dan konflik -- semua itu meningkat dua kali lipat," ujar David, 36 tahun, pakar finansial asal New York yang telah menikah selama lima tahun kepada WebMD melalui email. Nama belakangnya dirahasiakan.

"Hal-hal semacam ini sebenarnya yang membuat hubungan pernikahan lebih dalam, tapi kesibukan yang melipat ganda dan tugas-tugas yang bertambah akan sangat mengejutkan," kata David.

Orbuch mengatakan, pasangan yang terlibat dalam penelitian tidak tahu saat menikah, kalau hidup mereka akan sangat sibuk dan penuh stres sehingga akhirnya membiarkan hubungan suami-istri tidak terbina. "Semakin banyak peran dan tanggung jawab yang harus dipenuhi, semakin sedikit perhatian yang bisa diberikan pada semuanya," ia menerangkan.

Para pasangan itu berkata, mereka harus berusaha untuk bisa membicarakan hal selain tentang anak, pekerjaan, dan urusan rumah tangga. Mereka mengaku bisa mengembalikan hubungan baik saat stres dengan secara rutin membicarakan masalah penting lain seperti apa yang mereka rasakan, tujuan hidup, dan cita-cita di masa depan.

--> Komentar: Gimana caranya menyelipkan kencan berdua di antara jadwal menyusui anak, ngantor, nyari ART, nganter mertua berobat, arisan keluarga, dan undangan kawinan teman? Sebulan sekali aja belum tentu bisa... Dan, kalau bisa yang dibicarakan biasanya ya soal anak, rumah, atau kerjaan... Gimana dong? Jawabannya hanya dua kata: harus tega!



5) Pujian adalah Kata Kuncinya.
Para pakar menemukan kalau ternyata melayangkan pujian pada pasangan dan merayakan kesuksesannya menjadi suatu tindakan penting untuk membina hubungan rumah tangga jangka panjang. "Carilah kesempatan untuk bersemangat menyambut kesuksesan pasangan," kata Arthur Aron, PhD, profesor psikologi sosial di Stony Brook University, AS. "Tindakan ini benar-benar dapat menguatkan sebuah hubungan. Berdasarkan penelitian, memberikan dukungan saat hal buruk melanda menjadi hal yang lebih penting lagi untuk dilakukan."

"Kami menemukan kalau pasangan yang dapat membuat kita merasa istimewa, diperhatikan, dan dicintai itu penting sekali," ujar Orbuch. "Kita dapat melakukan ini dengan memberikan pujian pada pasangan, berterimakasih karena dia sudah mau mengurusi rumah tangga, atau mengatakan hal-hal sederhana seperti: "Kalau bisa mengulang lagi, aku akan tetap memilih kamu," ia menekankan.

--> saya tergolong orang yang tidak pernah melakukan itu semua, tapi untunglah saya pernah menulis ini :D 



6) Pernikahan yang Bahagia Tidak Selalu Dapat Membuat Semua Masalah Teratasi.
Setelah keriaan menikah dan berumahtangga, Michelle mengatakan, ternyata masih ada frustasi lama yang tersisa. "Saya masih tidak bahagia dengan pekerjaan di kantor dan masih merasakan stres dan beban yang sama," ujarnya. "Saya tidak menyadari sebelumnya, bahkan setelah memiliki hubungan yang membahagiakan, masih ada bagian-bagian hidup saya yang lain yang harus dijalani. Mencintai dan dicintai seseorang tidak membuat masalah saya yang lain selesai begitu saja."

Aron mengatakan hal yang sama, kita sering merasa kurang puas dengan pernikahannya, padahal sebenarnya mereka tertekan menghadapi persoalan lain dalam hidup. Jika sedang tidak bahagia dalam hubungan pernikahan, tidak ada salahnya melihat aspek kehidupan kita yang lain. "Kita memang lebih mudah mencari kesalahan orang lain saat dalam kondisi emosi yang tidak baik," kata Aron.

"Fakta kalau kami telah melewati banyak sekali tantangan dan terus bertahan, mengejutkan saya," kata Patrick, 37 tahun, ayah asal Vermont, AS yang telah menikah selama enam tahun kepada WebMD melalui email. Nama belakangnya dirahasiakan. "Kami telah melalui situasi yang sulit, seperti menyelesaikan sekolah kedokteran sambil mengasuh bayi kecil kami."

Melalui situasi sulit bersama dapat membuka cara pandang baru bagi pasangan suami-istri, kata David Halper, MA, terapis pernikahan dan keluarga dan salah satu pemilik CenterLife Counseling in Centerville, AS. "Ketika masalah besar yang serius menghadang, pasangan seringnya baru bisa menyadari kalau selisih paham sebelumnya hanyalah masalah ringan yang dapat segera diselesaikan bersama," kata Halper. "Dan cara pandang baru ini dapat mejadi pemicu hubungan yang lebih positif dan kita dapat fokus pada hal-hal yang lebih berarti."

--> Komentar: Memang benar, kita harus mencari "musuh" yang lebih besar untuk bisa melihat kalau sebenarnya musuh "kecil" yang kemarin ada di hadapan kita itu sebenarnya adalah "sekutu" yang berarti.


dan setelah menikah, bisa dilanjutkan dengan membaca artikel terjemahan saya yang lain tentang kejutan-kejutan di kehamilan yang "lupa" dikatakan dokter kandungan atau teman-teman kita. ini artikel lama di blog sebelah yang dibuat saat saya hamil. semoga juga berguna sebagai bekal masa kehamilan yang setelah dipikir-pikir jauh lebih ringan dibandingkan setelah anak lahir :))

 

Komentar

  1. hmm.. berat.. berat.. *manggut2*

    :D

    BalasHapus
  2. kalau udah berdua mungkin bakal lebih ringan, tapi tergantung pasangannya juga sih... nah, makanya pas nyari harus bener. tambah lama dong dapetnya. hahahaha...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Joko Pinurbo dan Makna Rumah dalam Personifikasi Kulkas, Ranjang dan Celana

Rahim dan Kepahitan Perempuan dalam Patiwangi Karya Oka Rusmini

Puisi-puisi Norman Erikson Pasaribu dan Pentingnya Keragaman dalam Sastra Indonesia